Jumlah yang udah baca blog ini

Rabu, 30 Maret 2016

Korea Escape Gateway (Part 1)




Menjalani hidup sebagai karyawan bank yang berhubungan langsung dengan nasabah nyaris 24 jam, pada suatu titik serasa membutuhkan rehat sejenak. Sebagai seorang "relationship manager", saya harus siap selama 7x24 jam dihubungi oleh nasabah maupun atasan untuk urusan pekerjaan. Saya harus siap saat dihubungi seorang prime nasabah yang atm nya tertelan di hari Minggu, harus siap menjawab bbm babeh bos diatas jam 10 malam untuk membahas pekerjaan, bahkan harus siap masuk kantor untuk komite direksi di saat masih cuti. Terkadang rasa-rasanya handphone ingin saya matikan sejenak, tapi apa daya tugas dan profesionalitas memanggil. Hahaha ..........

***

Kemudian di suatu akhir tahun yang "hectic", tiba-tiba atasan saya memberikan "angin segar" dengan menanyakan saya dan Aida (seorang teman kantor), pertanyaan yang tidak biasa, "Kalian gak pingin liburan ke luar negeri ?"

Wow, tumben pak boss menawarkan untuk cuti, di saat cuti bagi kami adalah sesuatu yang langka (alasan cuti harus jelas dan benar-benar penting). Usut punya usut ternyata beliau awal tahun akan mengadakan perjalanan ke Thailand karena diajak oleh Area Manager. Tidak hanya beliau, tapi seluruh Branch Manager di wilayah kerja kami.

Saya dan Aida pun segera "googling" tiket murah. Kebetulan saat itu bulan November dan di negara empat musim sedang memasuki musim dingin. Berdasarkan hasil "pencarian", ternyata high season berada pada bulan Desember hingga tanggal 1 Januari (tahun baru), dimana saat itu tiket pesawat akan mahal karena tingginya permintaan untuk liburan akhir tahun, sedangkan tanggal-tanggal setelahnya termasuk kategori low season karena orang malas bepergian di musim dingin dan para pelancong justru baru pulang dari liburan tahun baru. Kebetulan sekali kami tidak memungkinkan mengambil cuti di akhir tahun karena saat itu adalah saat pekerjaan begitu menumpuk.

Saya dan Aida memutuskan mencari destinasi ke negara empat musim dikarenakan mumpung babeh boss sedang baik hati, sekalian aja pergi yang jauh. Hihihi. Kalau perlu kita tidak usah membeli nomor handphone di negara tujuan, biar tidak "diganggu" pekerjaan dan cukup mengandalkan wifi setempat. 

Terus terang kami berdua tidak memiliki track record backpaker sama sekali. Bahkan kami pun belum pernah menjelajahi negara tetangga sekali pun, meskipun sebelumnya saya pernah mengunjungi tanah suci (Mekah dan Madinah) dan negara Turki. Pikir kami, nanggung kalau liburan dekat-dekat. Dulu pernah saya ingin berpetualang ke negeri tetangga, tapi tak kunjung mendapatkan teman perjalanan, dikarenakan rata-rata teman saya adalah anak perantauan di Jakarta, sehingga mereka lebih memilih "spend money" untuk tiket mudik dibandingkan tiket untuk jalan-jalan.

***

Di sebuah situs maskapai low cost pun kami menemukan tiket murah ke Jepang. Nah, pertanyaan selanjutnya, apakah kami akan backpaker? Saat itu kami langsung teringat seorang teman yang sedang melanjutkan kuliah di Jepang (dia kebetulan teman SD, SMP, SMA saya dan ternyata kakak tingkat Aida di kampus, ah dunia sempit sekali). Saya pun segera mengirimkan message kepada si teman untuk mendapatkan "guidance" menjelajahi negeri sakura. Ternyata si teman responnya lamaa sekali. Meskipun akhirnya dijawab, namun kami menyimpulkan, dia bukan "penasehat" yang tepat untuk perjalanan ini.

Saya pun langsung teringat kakak saya yang tahun lalu backpaker ke Jepang dengan suaminya. Dikarenakan dia adalah karyawan sebuah maskapai penerbangan, maka dia mendapatkan fasilitas tiket pesawat 0% yang kemudian dia manfaatkan liburan ke Jepang. Si kakak pun langsung merespon cepat via email. Dikirimlah itinerary lengkap beserta jadwal bis dan kereta. Sunggguuuh detailll. Tentunya termasuk cost yang dikeluarkan disana. Itinerary ini nantinya juga berfungsi untuk apply visa. Apply visaaa ?!!! Kita baru sadar kalau begitu banyak tetek bengek yang harus kami persiapkan untuk yang namanya backpaker. Sedangkan kami hanya punya 2 bulan !!! Well, mungkin seharusnya 2 bulan itu cukup untuk googling sana sini, booking sana sini, tapi kaaaan, kami super sibuk. Hahaha. 

"Ini sih ibarat kita mau ujian besok, kita baru dapat materinya hari ini.... !!!" seru Aida. Nampaknya dia keberatan jika kami backpaker.

Sorenya iseng kami ke travel agent yang letaknya sebrang-sebrangan dengan kantor kami. Kami ditawarkan beberapa opsi destinasi termasuk ke Korea Selatan. Kebetulan ada paket bulan Januari 2014 yang harganya lumayan miring. Ups, mata kita langsung condong ke harga miring. Akhirnya diputuskan bahwa destinasi kami berubah ke Korea Selatan.




***

Travel agent ternyata memiliki batasan minimal dan maksimal jumlah peserta. Dikarenakan kami terlalu banyak berpikir, alhasil paket di bulan Januari itu pun full terisi. Kami pun harus memilih tanggal selanjutnya, yaitu di bulan Februari. Ya suddahlah, demiii..... 

Dikarenakan tujuan kami selain jalan-jalan juga untuk merasakan salju, sedangkan di bulan Februari itu sebenarnya musim dingin sudah hampir berakhir, maka kami memilih paket tour yang memiliki tujuan ke Mount Seorak. Katanya sih, cuma di gunung itu saja yang saljunya masih lumayan lebat di bulan Februari. Akhirnya kami tetap memilih bulan Februari tetapi dengan travel agent lain di daerah SCBD.

Kami pun tidak sabar lagi menunggu tanggal keberangkatan......

Can't wait.......
Tanggal 19 Februari 2014 adalah tanggal yang ditunggu-tunggu. Menuju hari H, banyak persiapan yang harus kami lakukan: dokumen kelengkapan visa, tranfer uang pembayaran, dan berburu perlengkapan musim dingin (hal ini akan saya ceritakan di post khusus). Persiapan paling menghebohkan adalah persiapan apply visa. Untunglah kami cukup menyiapkan kelengkapan dokumen dan pihak travel yang menguruskan. Tetapi dikarenakan kami perginya "diam-diam", dimana hanya babeh boss, teman yang kami limpahi pekerjaan, dan seorang personalia yang tau, maka pembuatan Surat Keterangan Bekerja cukup menegangkan. Hahaha. Biasanya surat keterangan resmi yang keluar dari kantor kami ditandatangani oleh dua orang pejabat, yaitu: Branch Manager dan Operation Manager. Untunglah kami dapat ide untuk membuat Surat Keterangan Bekerja cukup tanda tangan babeh boss, tidak perlu tanda tangan Operation Manager. Kami sedikit malas menjawab pertanyaan panjang seperti:  "Mau kemana?" "Wah, oleh-oleh yaa" "Waah, enak nih jalan-jalan. Kerjaan disini gimana ?". Alhamdulillah meskipun ditandatangani atasan saja, kami lulus mendapatkan visa. Mutasi rekening kami yang "secukupnya" juga lulus dengan selamat.

Untuk perjalanan "diam-diam" ini pun kami membuat kesepakatan bahwa kami tidak boleh memposting apapun tentang perjalanan ini di sosial media manapun sebelum keberangkatan dan selama keberangkatan. Semakin banyak orang yang tahu, justru membuat perjalanan ini tidak menenangkan, karena tujuan kami adalah refreshing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar