Jumlah yang udah baca blog ini

Jumat, 15 April 2016

Hope to see you again, Istanbul (Part 3)

Hari kedua di Istanbul kami akan mengunjungi Blue Mosque, Hippodrome, Topkapi Palace, dan Grand Bazaar.

Blue Mosque
   
Blue Mosque
Istanbul memiliki sebuah area kota tua yang bernama Sultanahmed Square dimana di sekitar area tersebut terdapat beberapa bangunan bersejarah Turki seperti Hagia Sophia (yang saya ceritakan sebelumnya), Blue Mosque, Hippodrome, dan Topkapi Palace. Tidak afdhol rasanya jika ke Turki tetapi belum mengunjungi tempat-tempat bersejarah dan menawan di area ini. Setelah di hari sebelumnya kami mengunjungi Hagia Sophia, di hari kedua kami mengunjungi Blue Mosque. Sama seperti sebelumnya, dimana tempat parkir bis berada jauh dari lokasi, maka kami harus berjalan lumayan jauh dari tempat penurunan kami ke area Sultanahmed Square. 

Roti khas Turki: Simit.
Bentuknya seperti donut ditabur wijen.
Bisa request diisi nutella juga.
Sebenarnya saya agak khawatir dengan almarhum bapak yang tidak kuat berjalan jauh karena nyeri sendi di bagian pinggang. Namun, jalanan kota tua Istanbul yang naik turun dan berpaving batu khas jaman kerajaan tidak memungkinkan saya untuk menggunakan kursi roda. Kebetulan ada 2 orang rombongan lainnya yang juga tidak kuat berjalan karena nyeri sendi. Tetapi mereka pun berusaha untuk tetap kuat berjalan. Alhamdulillah almarhum bapak juga termotivasi karena kedua orang tersebut tetap berusaha terus berjalan. 

***

Kemegahan Blue Mosque
Blue Mosque atau Masjid Biru memiliki nama resmi Masjid Sultanahmet. Nama Masjid Sultanahmet diberikan karena masjid ini dibangun atas perintah Sultan Ahmed I pada tahun 1609-1616. Awalnya masjid ini dibangun untuk menandingi kemegahan Hagia Sophia yang sebelumnya adalah sebuah gereja. Masjid ini dinamakan Masjid Biru atau Blue Mosque karena pada bagian dalam masjid interiornya dihiasi oleh marmer berwarna biru. Marmer biru ini disebut-sebut merupakan khas dari negara Turki dan banyak juga digunakan di Istana Dolmabahce. Bahkan mungkin awal mula timbulnya souvenir khas Turki, yaitu "Blue Eye" juga karena Turki memiliki khas marmer birunya. Tempat kerajinan keramik terbaik adalah di daerah Iznik, dimana keramik yang dihasilkan adalah keramik nomor wahid berwarna biru, hijau, ungu, dan putih.

Bagian depan Blue Mosque
Bagian dalam Blue Mosque dari lantai2
Beruntung saat kami mengunjungi tempat ini tepat di hari Jumat sehingga kami bisa merasakan sholat Jumat di masjid ini. Kebetulan kami yang wanita juga dapat mengikuti sholat Jumat di lantai atas. Sungguh perjuangan untuk mencapai lantai atas masjid ini. Jangan dibayangkan bahwa kita akan menemukan tangga yang nyaman untuk naik ke lantai atas, tapi tangga yang kita temukan disini hampir nyaris seperti sebuah tangga menuju loteng, curam dan kecil. Bahkan ketika sudah berada di lantai atas pun, lantainya nampak seperti semen yang tidak rata yang dialasi oleh karpet. Ketidakrataan lantai masih dapat terasa ketika kita menapakkan kaki di lantai. Sesampainya saya di lantai atas, saya menemukan banyak wanita Turki sudah menunggu sholat Jumat dimulai. Dikarenakan saya mengunjungi masjid ini dalam rangka sholat Jumat dan kondisinya ramai, maka saya tidak bebas memotret bagian dalam masjid.

Bagian dalam Blue Mosque
Seperti halnya masjid yang saya kunjungi sebelumnya, masjid ini juga menggunakan lampu gantung dengan kabel yang lumayan panjang dari ujung kubah dan lampu baru terpasang tidak jauh dari lantai. Sepertinya pemasangan lampu yang memiliki kabel yang panjang dikarenakan rata-rata masjid di Turki memiliki kubah yang lumayan tinggi sehingga diharapkan lampu dapat lebih efisien ketika berada lebih dekat dengan lantai. Penerangan masjid di bagian kubah pun lebih mengandalkan kaca patri yang memungkinkan begitu banyak cahaya yang masuk ke dalam masjid.

***

Masih berada di kawasan Sultanahmed Square, terdapat situs bersejarah lain yang dapat kami kunjungi, namanya Hippodrome.  

Hipodrome adalah sebuah area yang saat ini dinamakan Sultanahmet Meydani (Lapangan Sultan Ahmet). Pada masa kekuasaan Kekaisaran Bizantium, area ini adalah pusat sosial dan olahraga di Konstantinopel. Kata “hipodrom” berasal dari kata Yunani “hippos” yaitu “kuda” dan “dromos” yang berarti “jalur” atau “jalan”. Menurut cerita si local guide, pada masa itu area ini merupakan area pacuan kuda. Kekaisaran Romawi pun menghiasi area ini dengan beberapa karya seni seperti tiang ular dan obelisk. Kesultanan Utsmani atau Ottoman tetap menjaga wilayah bersejarah ini, namun bagian atas tiang ular dihancurkan dan dicuri pada masa Perang Salib keempat.

Obelisk

Obelisk


Patung ular

***

Topkapi Palace
Gerbang masuk Topkapi Palace
Pintu Masuk Topkapi Palace
Bagian dalam istana (dapur istana)
Masih berada di lingkungan Sultanahmed Square, selanjutnya kami mengunjungi Topkapi Palace. Topkapi Palace merupakan kediaman resmi Sultan Utsmaniyah atau Ottoman selama lebih dari 600 tahun (1465-1856). Kepentingan Istana Topkapi memudar pada akhir abad ke-17 karena sultan lebih suka menghabiskan waktu di istana baru mereka di dekat selat Bosporus, yaitu istana Dolmabahce. Pada tahun 1856, Sultan Abd-ul Mejid I memindahkan kediamannya ke Istana Dolmabahce. Setelah jatuhnya Utsmaniyah pada tahun 1921, Istana ini dijadikan museum. Terdapat beberapa jenis museum disini, sedangkan yang saya masuki adalah museum peninggalan Nabi Muhammad SAW serta museum peninggalan Kesultanan Utsmaniyah. Namun yang paling populer dan memiliki antrian paling panjang adalah museum peninggalan Nabi Muhammad SAW.



Jalan masuk yang dihiasi bunga-bunga
Setelah pintu kedua, wisatawan memasuki jalan panjang setapak selebar 4 meter. Bunga-bunga menghiasi jalan setapak. Sungguh cantik. Pada saat saya mengunjungi tempat ini, adalah peralihan musim semi ke musim panas, sehingga bunga-bunga yang menghiasi sepanjang jalan adalah bunga mawar beraneka warna. Menurut saya, musim yang paling tepat mengunjungi Turki adalah awal musim semi dimana Dinas Pertamanan Istanbul (sebut saja begitu) akan mengganti semua bunga-bunga baik di jalanan umum maupun di tempat-tempat wisata dengan bunga Tulip. Ternyata bunga Tulip bukan berasal dari Belanda, tapi dari Turki. Sedangkan Dinas Pertamanan Istanbul paling concern dengan keindahan kotanya dimana bunga akan rutin diganti sesuai musim. 



Bagian dalam istana (saya lupa, apa ini)
Bangunan Istana Topkapi terbagi atas empat bagian besar yang dipisahkan oleh tiga gerbang utama. Pada bagian pertama istana terdapat sebuah gereja yang dibangun orang Romawi dan saat ini digunakan sebagai gedung teater. Di bagian kedua istana terdapat hareem section, paviliun, dapur, ruang pertemuan, dan barak militer. Pada bagian ketiga Istana Topkapi terdapat sekolah untuk murid berumur 10 tahun. Semua anak-anak tersebut dipilih oleh sultan dari berbagai pelosok Turki. Sedangkan tempat tinggal para sultan berada di kawasan keempat.


Pintu masuk museum peninggalan Nabi Muhammad SAW

Museum peninggalan Nabi Muhammad terletak setelah kawasan keempat. Di dalam ruangan ini tidak diperbolehkan untuk mengambil gambar. Terdapat beberapa peninggalan Nabi Muhammad seperti gigi, jenggot, jubah, dan pedang. Begitupula dengan jubah peninggalan Fatimah, serta pedang-pedang sahabat Nabi Muhammad SAW. Selain itu juga terdapat beberapa benda terkait dengan Baitullah seperti talang emas, pintu ka'bah, gembok ka'bah, dan penutup hajar aswad. Melihat peninggalan-peninggalan tersebut secara tidak sadar kita akan merasa merinding membayangkan keadaan di masa lalu, membayangkan betapa beratnya perjuangan Rasulullah dalam menyebarkan agama Islam. Dan saya pun semakin merinding ketika dalam perjalanan menuju pintu keluar museum terdengar lantunan ayat suci Al-Quran dengan suara yang sungguh merdu. Tadinya saya berpikir bahwa itu adalah suara kaset. Tapi betapa terkejutnya saya ketika seorang Turki sedang duduk bersila dengan pakaian khas Turki dan Al-Quran di hadapannya sedang mengaji. Menurut informasi, lantunan ayat suci Al Quran ini dibacakan selama 24 jam selama museum ini berdiri dengan 3 orang yang bergantian membaca Al Quran untuk "menjaga barang-barang pusaka" yang ada di dalamnya. Subhanallah.

Selat Bosphorus terlihat dari dalam istana
Di sebelah museum peninggalan Nabi Muhammad juga terdapat museum keramik dan peninggalan kesultanan Utsmaniyah, namun tidak terlalu populer. 

***

Selanjutnya kami berkunjung ke Grand Bazaar untuk membeli oleh-oleh. Wah, bisa kalap di pasar ini. Katanya sih ini pasar tertutup terbesar dan tertua di dunia. Bayangkan saja, pasar ini memiliki 61 jalan tertutup dan lebih dari 3.000 toko (sumber: wikipedia). Pantas saja ketika kami diberikan waktu bebas untuk berbelanja, kami diharuskan menghapal jalan yang dilewati agar kami dapat kembali ke meeting point, yaitu di masjid yang tidak jauh dari Grand Bazaar. Terus terang saya tidak berani "cuci mata" sampai ke ujung pasar karena khawatir nyasar. Hahaha. Jadilah saya hanya berbelanja di kios-kios terdepan.

Ada beberapa oleh-oleh khas Turki seperti gantungan Blue Eyes/Evil Eyes (gantungan semacam mata satu berwarna biru yang diyakini orang jaman dulu sebagai jimat), Turkish delight (semacam manisan khas Turki dengan beberapa isian kacang-kacangan, yang paling enak isi kacang Pistachio), coat khas Turki, jilbab khas Turki, dompet atau rajutan-rajutan khas Turki.


Minggu, 10 April 2016

Hope to see you again, Istanbul (Part 2)

Akhirnya tibalah hari keberangkatan. Rute perjalanan kami kali ini adalah Jakarta > Singapura (transit) > Istanbul > Makkah > Madinah > Istanbul (transit) > Jakarta. Lama perjalanan umroh plus Turki kali ini kurang lebih 12 hari. Dikarenakan saya hanya mendapat jatah cuti umroh selama 9 hari, maka sisanya memotong jatah cuti tahunan saya. Dan untuk perjalanan saya ke Turki tidak ada yang mengetahuinya di kantor selain atasan saya dan orang yang saya limpahi pekerjaan. Hehehe. Kami akan menghabiskan 4 hari di Istanbul.

Kami berangkat jam 19.50 dari Cengkareng dengan menggunakan Turkish Airline. Perjalanan normal jakarta-istanbul adalah 14 jam, tetapi pesawat kami harus transit di Singapore sekitar 1 jam. Kami sampai di Attaturk Airport Istanbul pagi-pagi sekali. Seorang local guide menyambut kami. Namanya Abdur Rozak. Bahasa Indonesianya lancar meskipun harus terbata-bata ketika mengucap kata yang memiliki huruf “N” dan “G” yang bertemu alias "NG".

My lovely mom and dad
Kota Istanbul adalah kota yang berada dalam dua benua, yaitu benua Asia dan Eropa, sedangkan Attaturk Airport berada pada sisi benua Eropa. Sesampainya dari bandara, kami langsung diajak ke Marina Restaurant (B&N Kitchen) untuk sarapan. Dikarenakan judulnya adalah "Breakfast", maka sarapan kami pun ala-ala orang barat, yaitu roti, selai, dan telur. Padahal ini saya namakan camilan, bukan sarapan. Hahaha. Untungnya selai strawberry yang disajikan sungguh nikmat. Strawberrynya masih nampak beberapa potongan utuh di dalamnya yang menunjukkan bahwa selai ini bukan buatan pabrik. 


 ***

Setelah sarapan kami langsung menuju Ayyub Al Ansari Mosque. Disini saya sempat takjub dengan masjid yang ramai dikunjungi beberapa orang bahkan termasuk non muslim. Dimana ketika non muslim mengunjungi tempat ini maka mereka wajib menggunakan pakaian yang sopan dan memasang pasmina di kepala mereka layaknya kerudung. Adapun pasmina tersebut dipinjamkan di pintu masuk masjid dan dikembalikan jika sudah selesai. 

Di suatu sudut halaman masjid nampak sebuah makam yang dilindungi teralis dimana tampak beberapa orang berdiri sambil berdo'a dan menangis. Bahkan almarhum ayah pun sempat menitikkan mata mengingat kisah Ayyub Al Ansari. Siapakah Ayyub Al Ansari ?

Ayuub Al Ansari ternyata adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang luar biasa. Sewaktu utusan Madinah pergi ke Makkah untuk berbaiat dalam baiat Aqabah Kedua, Abu Ayub Al-Anshari termasuk di antara 70 orang Mukmin yang mengulurkan tangan kanan mereka ke tangan kanan Rasulullah serta menjabatnya dengan kuat, berjanji setia dan siap menjadi pembela. Dan dialah yang beruntung rumahnya ditempati oleh Rasulullah di saat Rasulullah baru hijrah ke Madinah.

Sejak orang-orang Quraisy bermaksud jahat terhadap Islam dan berencana menyerang Madinah, sejak itu pula Abu Ayub mengalihkan aktifitasnya dengan berjihad di jalan Allah. Ia turut bertempur dalam Perang Badar, Uhud dan Khandaq. Pendek kata, hampir di tiap medan tempur, ia tampil sebagai pahlawan yang siap mengorbankan nyawa dan harta bendanya.

Semboyan yang selalu diulang-ulangnya, baik malam ataupun siang, dengan suara keras atau perlahan adalah firman Allah SWT,"Berjuanglah kalian, baik di waktu lapang, maupun waktu sempit..." (QS At-Taubah: 41).

Sewaktu terjadi pertikaian antara Ali dan Muawiyah, Abu Ayub berdiri di pihak Ali tanpa sedikit pun keraguan. Dan kala Khalifah Ali bin Abi Thalib syahid, dan khilafah berpindah kepada Muawiyah, Abu Ayub menyendiri dalam kezuhudan. Tak ada yang diharapkannya dari dunia selain tersedianya suatu tempat yang lowong untuk berjuang dalam barisan kaum Muslimin.

Demikianlah, ketika diketahuinya balatentara Islam tengah bergerak ke arah Konstantinopel, ia segera memegang kuda dan membawa pedangnya, memburu syahid yang sejak lama ia dambakan.

Dalam pertempuran inilah ia menderita luka berat. Ketika komandannya datang menjenguk, nafasnya tengah berlomba dengan keinginannya menghadap Ilahi. Maka bertanyalah panglima pasukan waktu itu, Yazid bin Muawiyah, "Apakah keinginan anda wahai Abu Ayub?"

Abu Ayub meminta kepada Yazid, bila ia telah meninggal agar jasadnya dibawa dengan kudanya sejauh jarak yang dapat ditempuh ke arah musuh, dan di sanalah ia akan dikebumikan. Kemudian hendaklah Yazid berangkat dengan balatentaranya sepanjang jalan itu, sehingga terdengar olehnya bunyi telapak kuda Muslimin di atas kuburnya, dan diketahuinya bahwa mereka telah berhasil mencapai kemenangan.

Dan sungguh, wasiat Abu Ayub itu telah dilaksanakan oleh Yazid. Di jantung kota Konstantinopel yang sekarang yang sekarang bernama Istanbul, di sanalah terdapat pekuburan laki-laki besar.

Hingga sebelum tempat itu dikuasai orang-orang Islam, orang Romawi dan penduduk Konstantinopel memandang Abu Ayub di makamnya itu sebagai orang suci. Dan yang mencengangkan, para ahli sejarah yang mencatat peristiwa-peristiwa itu berkata, "Orang-orang Romawi sering berkunjung dan berziarah ke kuburnya dan meminta hujan dengan perantaraannya, bila mereka mengalami kekeringan."

Jasad Abu Ayub Al-Anshari masih terkubur di sana, namun ringkikan kuda dan gemerincing pedang tak terdengar lagi. Waktu telah berlalu, dan kapal telah berlabuh di tempat tujuan. Abu Ayub telah menghadap Ilahi di tempat yang ia dambakan. (sumber: Republika)

***

Setelah dari masjid Ayyub Al Ansari kami melanjutkan perjalanan ke Hagia Sophia. Hagia Sophia memiliki nama lain Aya Sofya (bahasa Turki). Banyak hal yang menarik dari Hagia Sophia ini dan sungguh setelah mengetahui sejarah Hagia Sophia ini ada berbagai perasaan berkecamuk di dalam hati, antara terharu, bangga, dan sedih. Saya selalu merinding ketika mendengar kisah penaklukan Konstantinopel oleh Muhammad Al-Fatih. 


Sisa-sisa benteng Kostantinopel
Kontantinopel adalah ibukota kekaisaran Romawi. Kekaisaran Romawi telah berlangsung hampir selama 1.500 tahun. Dikarenakan Benteng Kontantinopel memiliki pertahanan yang kuat, tidak ada yang mampu menaklukkannya bahkan dari jaman sahabat Rasulullah. Bahkan Rasulullah pernah bersabda bahwa benteng itu akan ditaklukkan seorang pemimpin yang merupakan sebaik-baiknya pemimpin dan tentaranya adalah sebaik-baiknya tentara.



Sisa-sisa benteng Kostantinopel
Muhammad Al Fatih adalah Sultan dari Kerajaan Utsmani yang sejak kecil telah memiliki impian untuk menaklukkan benteng Konstantinopel dan di usianya yang ke 21 tahun dia memimpin pasukannya untuk menyerang konstantinopel. Dia membawa lebih dari 4 juta prajurit yang akan mengepung Konstantinopel dari darat. Namun upaya penyerangan dari darat tidak juga berhasil karena kuatnya pertahanan benteng tersebut bahkan banyak pasukan Utsmani yang gugur.



Sisa-sisa benteng Kostantinopel
Muhammad Al Fatih menemukan kelemahan pertahanan Romawi adalah pada Golden Horn, namun daerah tersebut merupakan selat sempit yang dilindungi rantai besar sehingga kapal perang ukuran kecil pun tidak bisa masuk. Tidak ada yang bisa dilakukan kecuali dengan melintasi rantai tersebut. Akhirnya Muhammad Al Fatih melakukan cara dengan memerintahkan pasukannya menarik dan menggotong kapal mereka melalui jalan darat, melewati pegunungan. Dalam semalam 70 kapal laut pindah dari selat Bosphorus menuju selat Golden Horn, untuk kemudian melancarkan serangan tidak terduga yang berakhir dengan kemenangan yang dinanti berabad-abad. Sungguh mereka adalah sebaik-baiknya pemimpin dan sebaik-baiknya tentara.

Tiket masuk
Gambar sakral gereja
Sejarah Hagia Sophia juga berkaitan dengan perjuangan Muhammmad Al Fatih menaklukkan Konstantinopel. Ketika kemudian terjadi perpindahan kekuasaan dari kerajaan Romawi kepada kesultanan Utsmaniyah, terjadi juga perubahan fungsi dari Hagia Sophia yang awalnya sebagai gereja menjadi sebuah masjid. Berbagai modifikasi dilakukan agar bangunan menyerupai masjid, dimana diantaranya adalah menutupi simbol kristen dengan cat dan membangun beberapa menara.


Dan hal yang membuat saya sedih adalah ketika terjadi masa peralihan Turki dari masa Kesultanan ke masa Turki sekuler yang ditandai dengan munculnya Mustafa Kemal Ataturk yang membuat beberapa kebijakan yang sekuler. Pada tahun 1937 Mustafa Kemal Ataturk mengubah status Hagia Sophia menjadi sebuah museum. Beberapa bagian dinding dan langit-langit dikelupas dari cat-cat kaligrafi hingga diketemukan kembali lukisan-lukisan sakral Kristen. Sejak saat itu Hagia Sophia menjadi salah satu obyek wisata di Turki yang memiliki gaya arsitektur Bizantium (Romawi) yang mempesona.

Adapun Turki sendiri sejak pemerintahan Mustafa Kemal Atatturk benar-benar menjadi negara yang sekuler dan kebarat-baratan. Bahkan beberapa anak mudanya telah jauh dari agama Islam dan terdapat kecenderungan tidak menganut agama apapun (menurut informasi dari local guidenya). Untunglah sejak pemerintahan saat ini, pemerintah mulai menumbuhkan nilai islami kembali. Bahkan mereka sedang mengupayakan agar Hagia Sophia dapat berubah fungsi kembali menjadi masjid.



Hagia Sophia atau Aya Sofya


Gambar malaikat di dua sisi atas dan kaligrafi di dua sisi bawah


***

Sepulang dari Hagia Sophia kami mengunjungi sebuah pabrik jaket kulit, namanya Tol & AR Leather. Ketika baru masuk ke dalam toko, kami langsung diarahkan masuk ke sebuah ruangan besar. Di dalam ruangan tersebut terdapat sebuah panggung yang biasa digunakan untuk catwalk dilengkapi dengan kursi-kursi penonton. Kami pun dipersilahkan duduk seperti akan menikmati sebuah pertunjukan. Kami disuguhi segelas minuman sambil menunggu pertunjukan dimulai.




Tiba-tiba muncul seseorang laki-laki tampan (kayaknya semua orang di Turki ganteng-ganteng dan cantik-cantik deh, termasuk tukang sapu sekalipun) berdiri di atas panggung seolah-oleh sebagai MC. Dia adalah bagian dari pertunjukan yang akan ditampilkan di panggung tersebut. Kemudian dia mulai memperkenalkan Tol & AR Leather. Dia menjelaskan bahwa Tol & AR adalah pabrik jaket kulit terbaik di Turki (katanya). Bahkan beberapa produknya digunakan oleh merk fashion ternama dunia tetapi dengan diganti merknya menjadi merk fashion ternama tersebut. Mereka mengklaim bahwa jaket kulitnya memiliki kualitas super, sampai-sampai si MC memperagakan adegan meremas-remas jaket di tangannya sampai kusut kemudian mengibas-ngibaskan lagi. Dan jaket tersebut tetap mulus alias tidak kusut !!! Dia mengklaim jaket tersebut dibuat dari kulit domba yang super tipis.

Tidak lama kemudian pertunjukan dilanjutkan dengan fashion show produk jaket kulit mereka. Beberapa pria tampan dan wanita cantik berlenggak-lenggok diatas catwalk. Bahkan salah seorang anggota rombongan kami diajak ke atas panggung untuk ikut memeragakan.

Setelah pertunjukan, kami diajak ke ruangan lainnya, yaitu ruangan display produk mereka. Terdapat dua bagian disana, yaitu jaket yang masih "up to date" dan jaket yang "out of date". "Out of date" disini mereka artikan bahwa jaket tersebut sudah tidak mengikuti musim lagi (disinilah kecenderungan negara 4 musim yang harus selalu mengganti fashion sesuai musim). Jaket-jaket "out of date" dibanting harganya dan disamaratakan seharga 300 USD. Sedangkan jaket-jaket yang masuk kategori "up to date" dihargai harga normal (saya melihat harga di webnya sekitar 580 EURO sampai 3.600 EURO).

Saya menemukan jaket yang bagus sekali, sayangnya ketika saya memegang label harganya saya sedikit syok dengan harga sebesar 700 USD. Beberapa produk di area "up to date" memang cenderung lebih bagus dibanding yang "out of date". Kalau dipikir-pikir sekarang, kayaknya yang "out of date" itu pantas disebut produk yang tidak laku dibanding produk yang lewat musim. Tapi parahnya saya terjebak di area ini dengan membeli 2 jaket kulit, yaitu buat saya dan adik saya. Hiks. Waktu itu saya berpikir tidak apalah beli ini buat kenang-kenangan dari Turki, daripada beli coat yang kayaknya bakal gak kepakai di Indonesia. Dan untuk pertama kalinya jaket tersebut saya gunakan waktu ke Korea Selatan. Hahaha...

Rabu, 06 April 2016

Hope to see you again, Istanbul (Part 1)

Perjalanan saya ke Turki adalah perjalanan yang tidak pernah saya bayangkan dan rencanakan sebelumnya. Namun perjalanan tersebut terjadi dengan ijin Allah ketika saya merencanakan untuk menunaikan ibadah umroh bersama kedua orangtua saya di tahun 2013.

Singkat cerita, pada saat saya remaja, orangtua saya pernah mengajak kami sekeluarga untuk berangkat umroh. Saat itu adalah umroh pertama kami, saat saya duduk di kelas 3 SMP (saat liburan akan masuk SMA). Saya yang masih remaja saat itu belum begitu paham tentang umroh, dimana umroh di jaman itu masih merupakan hal yang langka. 

Saat itu kami menggunakan travel yang kurang bonafid, yaitu travel milik teman orangtua saya yang keturunan Arab. Kebetulan ketika keberangkatan, hanya kami yang menjadi peserta travel tersebut, sehingga untuk mobilisasi antar kota di Arab kami disewakan sebuah mobil beserta supirnya. Dikarenakan tidak adanya pihak travel yang bersama kami, maka kami menjadi sedikit terlantar setiap perpindahan antar kota. Pengalaman mengecewakan ini menghantarkan kami pada keinginan untuk mengunjungi Baitullah kembali beberapa bulan kemudian dengan travel yang bonafid yang berasal dari Jakarta. Kebetulan ada saudara di Jakarta yang menguruskan semua perlengkapan umroh kami. Perjalanan umroh kedua kami lakukan saat saya duduk di kelas 1 SMA (saat liburan Ramadhan). Umroh di bulan Ramadhan memiliki kelebihan dibandingkan umroh pada bulan lainnya, dimana pahalanya hampir sama dengan haji.


Kami sangat antusias untuk menjalankan ibadah umroh yang kedua ini. Terutama karena ibadah umroh yang pertama kurang maksimal karena travelnya yang kurang bonafid. Di samping antusias untuk menjalankan ibadah umroh kembali, saya juga antusias mengunjungi Pasar Seng lagi. Ya, jamaah asal Indonesia yang menamakan begitu, Pasar Seng. Pasar Seng ini berada di sekitaran Masjidil Haram. Saat itu tahun 2002, ketika perombakan besar-besaran belum terjadi di sekitar Masjidil Haram, masih banyak terdapat hotel-hotel bintang 1 dilengkapi dengan pasar yang menjual cenderamata khas negara Arab. Pasar ini terdiri dari toko-toko yang begitu banyak, barang yang dijual pun beragam, mulai dari kebutuhan sehari-hari hingga cenderamata untuk oleh-oleh. Harga produk yang dijual di Pasar Seng ini juga cukup terjangkau, mulai dari 2 riyal. Bahkan penjaga tokonya akan berteriak sepanjang waktu ketika ada orang lewat dengan teriakan yang khas, “Riyaalen, riyaalen....” alias “2 riyal, 2 riyal......”. Hal ini bagi saya adalah hal yang menarik. Melihat dan berburu barang-barang “riyaalen” adalah hal yang menyenangkan. Dan pada saat itu niat umroh saya pun terkotori dengan niat berbelanja.

Umroh kami pertama kali tahun 2001.
Bahkan ketika kami mulai sampai di Madinah, waktu senggang saya habiskan untuk berkeliling melihat pasar dan toko terdekat. Padahal saat itu saya sedang berpuasa. Dan pada akhirnya Allah Maha Tahu niat hambanya yang sesungguhnya. Saya pun “datang bulan” tidak lama setelah sampai di Madinah karena kelelahan. Haid ini datang lebih cepat dari jadwal yang seharusnya, sehingga saya tidak mengantisipasinya dengan obat apapun. Ya, disinilah saya sadar, Allah menghukum saya. Akibat “datang bulan”, saya tidak bisa menikmati sholat taraweh di Masjid Nabawi dan hanya tidur-tiduran di kamar hotel ketika semua orang pergi ke masjid. Sungguh menyedihkan. Saya bersedih dan tersadar akan niat saya yang salah. Bahkan ketika semua jamaah memulai miqat untuk umroh pertama dari Bir Ali, saya belum dapat mengikuti umroh. Saya pun menghabiskan dengan beristighfar, sadar akan kesalahan saya dan berharap Allah memberi kebaikan bagi saya untuk dapat mengikuti umroh kedua yang akan dilaksanakan 2 hari setelah umroh pertama. Alhamdulillah saya sempat mengikuti umroh kedua meskipun dengan sedikit keraguan karena saya hanya sempat “bersih” selama ritual umroh saja. Setelah ritual selesai, saya pun “datang bulan” lagi. Alhamdulillah Allah memberi “kesempatan” bagi saya untuk melaksanakan tawaf wada’ ketika kami akan meninggalkan Mekah. Saya pun bertekad, saya harus kembali lagi kesini, entah kapan, untuk menebus perjalanan ini.

***

Waktu pun berlalu dan suatu saat saya pun bekerja di sebuah bank syariah. Bank ini memiliki ketentuan HRD yang sangat islami. Kami sebagai karyawan memiliki jatah cuti untuk umroh dan haji yang tidak akan mengurangi jatah cuti tahunan. Tetapi jatah cuti ini hanya berlaku sekali seumur hidup. Berkaitan dengan cuti ini pun juga didampingi dengan tunjangan umroh dan haji yang juga berlaku sekali seumur hidup (tunjangan umroh yang diberikan sebesar 500 USD). Jika cuti haji sudah biasa, maka yang tidak biasa adalah cuti umroh, dimana saya jarang sekali mendapatkan ada perusahaan yang menetapkannya bahkan dalam kebijakan perusahan. Waktu yang diberikan untuk cuti umroh ini adalah selama 9 hari (hal ini berdasarkan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk umroh reguler).

Saya pun kembali teringat pada cita-cita saya untuk umroh kembali setelah 4 tahun bekerja. Saat itu saya memiliki tabungan yang cukup untuk umroh reguler 3 orang. 3 orang ? Ya, saya bermaksud mengajak ibu dan almarhum bapak saya. Saat itu saya menyampaikan niatan tersebut kepada ibu saya agar dapat disampaikan juga kepada almarhum bapak saya. Entah kenapa almarhum bapak saya seperti tidak tertarik untuk menjalankan ibadah umroh lagi. Beliau merasa ada banyak hal yang harus dilakukan disini dan belum punya waktu luang untuk pergi dalam beberapa hari. Apalagi saat itu almarhum bapak sedang menderita nyeri sendi yang tidak memungkinkan beliau berjalan jauh. Bahkan, ketika kakak saya mengajak liburan ke Singapura 1 bulan sebelumnya, liburan tersebut menjadi kurang menyenangkan karena almarhum bapak kurang dapat menikmati perjalanan karena nyeri sendinya. Setelah penolakan ini saya pun berikhtiar lagi mulai bekerja seperti biasa.

Tidak lama kemudian, sebuah broadcast message dari biro perjalanan haji dan umroh menawarkan umroh plus Turki. Harganya lebih mahal sekitar 1000 USD dibandingkan umroh reguler. Tiba-tiba saya pun terpikir untuk menawarkan paket ini pada almarhum bapak. Mungkin beliau lebih tertarik dengan paket yang ini. Tetapi di dalam kepala saya berpikir keras memikirkan selisih kekurangannya yang lumayan besar. Dan Allah menjawab masalah saya tidak lama kemudian ketika saya mendapatkan bonus tahunan kantor dengan nominal yang lumayan wow dimana dapat menutup kekurangannya. Alhamdulillah. Saya pun segera menyampaikan keinginan saya lagi kepada ibu dan bapak saya. Dan ternyata hasilnya sama, hanya ibu saya saja yang mau ikut berangkat.


Di tengah kekecewaan saya terhadap penolakan almarhum bapak untuk ikut serta, saya tetap mendaftarkan diri untuk umroh tersebut. Sedih karena maksud perjalanan ini saya ingin membahagiakan keduanya, di saat saya tidak dapat memberikan sesuatu yang berharga buat mereka. Dan alhamdulillah tidak lama sebelum penutupan pendaftaran, almarhum bapak berubah pikiran untuk ikut serta. Beliau pun rajin ikut fisioterapi agar dapat lancar menjalankan ibadah umroh dengan nyeri sendinya. Sedangkan di sisi lain saya sibuk mencari informasi tentang persewaan kursi roda di masjidil haram untuk membantu mobilitas almarhum bapak selama ibadah umroh.

***

Begitulah awal mula perjalanan kami ke Istanbul, dimana perjalanan ini terjadi tanpa perencanaan sebelumnya. Dan pada post ini saya cenderung ingin menceritakan perjalanan kami di Istanbul dibandingkan ibadah umroh kami, dikarenakan ibadah tidak untuk diumbar-umbar, dimana cukup antara saya dan Allah. Bahkan saya minimal sekali mengambil gambar ketika di tanah suci karena benar-benar ingin fokus ibadah dan alhamdulillah ibadah umroh kami berjalan sangat sangat lancar dengan begitu banyaknya bantuan. 

Saya juga ingin mengkritisi perbedaan antara umroh jaman sekarang dan umroh jaman dulu dimana terdapat kecenderungan masyarakat jaman sekarang untuk selalu selfie dimana pun, bahkan ketika sedang beribadah sekali pun. Mereka tidak segan-segan mengambil gambar ketika di depan ka’bah, seolah-olah ka’bah adalah tempat wisata yang layak untuk diambil foto bersama. Ibaratnya tangan kanan berdoa, tangan kiri selfie !! Namun kecenderungan ini tidak lepas dari perkembangan teknologi itu sendiri dimana saat ini hampir semua handphone dilengkapi oleh kamera. Hal ini berbeda dengan tahun 2002 saat saya melaksanakan ibadah umroh pertama dan kedua, saat itu handphone masih memiliki ukuran yang cukup besar dan  belum dilengkapi kamera. Pada masa itu hanya beberapa orang saja yang punya handphone. Dan ketika akan memasuki masjid, baik masjid nabawi atau masjidil haram, semua tas akan diperiksa oleh asykar atau tentara arab. Barang-barang yang tidak diperbolehkan masuk masjid adalah kamera, makanan serta minuman. Namun apa jadinya jika saat ini kamera telah menjadi satu kesatuan di dalam handphone sedangkan handphone juga berfungsi sebagai alat komunikasi yang tidak mungkin dilarang untuk dibawa masuk ke dalam masjid. Oleh karena itu sejak mulai maraknya handphone berkamera, sejak itulah marak beredar foto selfie jika sedang berada di dekat ka’bah. Sungguh disayangkan.





Jumat, 01 April 2016

Korea Escape Gateway (Part 4-The End)




Di hari ketiga kami menghabiskan waktu di kota Seoul dengan mengunjungi Gyeongbok Palace, National Folklore Museum, berbelanja di Ginseng Shop, Healthy Liver Shop, DFS, dan Cosmetic Shop. Kemudian kami akan mencoba membuat Kimchi dan memakai pakaian korea, Hanbok.




 ***


Gyeongbokgung Palace dibangun pada tahun 1395 pada Dinasti Joseon dan sering disebut juga sebagai Istana Utara karena lokasinya paling utara jika dibandingkan dengan istana tetangga, yaitu Changdeokgung (Istana Timur) dan Gyeonghuigung (Istana Barat). Gyeongbokgung Palace ini bisa dibilang yang paling indah, dan tetap yang terbesar dari semua lima istana.
Tempat ini pernah dihancurkan oleh api selama Perang Imjin (Invasi Jepang, 1592-1598). Namun, semua bangunan istana kemudian dikembalikan di bawah kepemimpinan Heungseondaewongun pada masa pemerintahan Raja Gojong (1852-1919).

Hebatnya, bangunan-bangunan paling representatif dari Dinasti Joseon, Gyeonghoeru Pavilion dan kolam Hyangwonjeong, tetap relatif utuh. Woldae dan patung-patung dari Geunjeongjeon (The Royal Audience Chamber) mewakili masa lalu patung seni kontemporer. The National Palace Museum of Korea terletak di selatan Heungnyemun Gate, dan Museum Folk Nasional terletak di sisi timur dalam Hyangwonjeong.



Gyeongbok Palace
Kelahiran
(potonya burem gara-gara autofokusnya manual)
Terletak di dalam Gyeongbokgung Palace, National Folk Museum of Korea menyediakan lebih dari 4.000 artefak sejarah yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Korea biasa. Di sini kitadapat melihat siklus kehidupan masyarakat korea dari kelahiran hingga kematian, gaya hidup, pertanian di masa lalu, dan belajar tentang keyakinan budaya Korea.
Penikahan
Pengobatan



Kematian
***

Setelah dari Gyeongbok Palace dan National Folklore kami diajak ke Ginseng Shop, Healthy Liver Shop, DFS, dan Cosmetic Shop. Nah, ini nih yang dinamakan oleh Claudia Kaunang sebagai "jebakan travel agent". Daaaann, saya menjadi korbannya tepat di Ginseng Shop. Yang dimaksud "jebakan" disini adalah kami sengaja diajak mengunjungi tempat tertentu agar kami membeli produknya. Biasanya tempat penjualan sudah bekerjasama dengan travel dan travel akan mendapatkan komisi dari hasil penjualan. Rata-rata tempat "jebakan batman" ini menjual barang-barang yang relatif mahal. Sama halnya ketika saya ke Turki dan diajak ke pabrik jaket kulit (dan saya juga menjadi korban). Hufff. Dah, saya mah apa, gampang sekali dijebak. Huhuhu.

Di Ginseng Shop awalnya kami dibawa ke tempat semacam museum yang berisi segala hal tentang ginseng korea. Mereka kemudian menjelaskan tentang: betapa istimewanya ginseng korea dibanding ginseng dari negara lain, siapa saja orang terkenal yang rajin mengkonsumsi ginseng korea, bagaimana membudidayakan ginseng korea, manfaat ginseng korea, dan penjelasan lainnya seputar ginseng. Pokoknya intinya ginseng Korea nomor wahid, alasannya karena masa tanam ginseng korea lebih lama dari ginseng pada umumnya, yaitu sekitar 6 tahun (kalau tidak salah). Hal ini menyebabkan semakin banyak nutrisi tanah yang diserap oleh ginseng. Yang menarik adalah untuk mengetahui umur tanam ginseng adalah dari jumlah daun dan jumlah kaki. 

Hal menarik lainnya adalah tanah yang telah ditanami ginseng tidak dapat langsung ditanami karena unsur haranya telah habis diserap oleh ginseng. Tanah tersebut harus "disuburkan" lagi sekian tahun agar dapat ditanami kembali. Terkait dengan ginseng korea nomor wahid, katanya sih Puteri Masako dari Jepang yang sudah sekian tahun belum dikaruniai buah hati, rutin mengkonsumsi ginseng korea ini dengan mengimpor langsung selama beberapa lama hingga akhirnya dikaruniai buah hati. Nah, gara-gara cerita terakhir inilah saya pun "terjebak" membeli produk ginseng di toko ini. Jangan tanya harganya. Mahaaaalll.

Kebetulan kakak saya telah sekian tahun belum dikaruniai buah hati. Mendengar kisah Puteri Masako, saya pun menjadi terpanggil untuk mengoleh-olehi kakak saya "taekuk ginseng madu "yang katanya jika dikonsumsi rutin dapat menyeimbangkan hormon yang berpengaruh pada kemungkinan dikaruniai buah hati. Harga satu kaleng "taekuk ginseng madu " lumayan mahal, sekitar 200-300 USD (saya lupa tepatnya). 


Kemudian SPGnya juga menawarkan "taekuk ginseng ekstrak" yang katanya baik untuk kesehatan. Tiba-tiba saya teringat orangtua di rumah yang sepertinya cocok bila dioleh-olehi ekstrak ginseng. Harga satu paket "taekuk ginseng ekstrak" yang terdiri dari beberapa pack lebih mahal dari ginseng madu, yaitu sekitar 400-500 USD (saya lupa tepatnya). Dikarenakan saya tidak membawa uang cash sebanyak itu, maka terpaksa saya menggunakan kartu kredit. Untung saja limitnya 10 juta, dan cukup jika dibebani 8 jutaan. Dan di bulan depannya saya langsung mendadak bokek karena membayar tagihannya (saya biasanya langsung membayar tagihan di bulan selanjutnya untuk menghindari riba). Huhuhu. Tapi demi kecintaan saya pada keluarga saya, apalah arti uang yang saya keluarkan. Sayangnya ginseng itu harus rutin diminum minimal 3 bulan untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan saya tidak memantau langsung bagaimana kakak dan orangtua saya mengkonsumsi ginsengnya. Seandainya saja mereka tahu betapa mahal harga ginsengnya T_T .

Di jebakan-jebakan toko selanjutnya saya pun tidak membeli apa-apa. Selain karena merasa akan bokek di bulan depannya, saya juga tidak tertarik dengan kosmetik Korea.

Tentang kosmetik korea, local guide kami menjelaskan bahwa korea terkenal tentang kosmetiknya, dimana kosmetik di korea terdiri dari beberapa tingkatan. Kosmetik korea yang terkenal di Indonesia seperti Etude, The Face Shop, dan Missha adalah contoh kosmetik dengan harga terjangkau, segmen pasarnya pun dari remaja hingga wanita berusia 25 tahun. Dikarenakan peruntukannya untuk umur-umur dimana kulit belum membutuhkan perawatan ekstra, maka kecenderungan kosmetik tersebut hampir cocok untuk semua kulit. Sedangkan kosmetik yang memiliki segmen usia diatas itu, salah satu contohnya adalah SK II. Memang harganya cenderung mahal, tetapi komposisinya dan jenisnya juga jauh lebih kompleks dibandingkan merk yang saya sebut sebelumnya. Bahkan ngomong-ngomong tentang rahasia kecantikan orang korea (selain operasi plastik), adalah terdapatnya bubuk ginseng di dalam kosmetik yang memiliki segmen menengah ke atas. Oh iya, bubuk ginseng kecantikan ini juga dijual di toko ginseng yang saya ceritakan sebelumnya dengan harga yang juga mahal.

***

Setelah berbelanja, kami mampir ke tempat pembuatan kimchi. Menurut saya kimchi adalah acar versi korea, tetapi dengan bahan dan sayuran yang berbeda. Sayur yang digunakan disini adalah sawi, kemudian dicampur dengan beberapa bumbu korea, kemudian difermentasikan selama semalam (kalau tidak salah). Hasilnya adalah sayuran dengan rasa bumbu dan sedikit masam. Di tempat les ini kami mempraktekkan membuat kimchi satu persatu.

Sepulang dari les membuat kimchi, kami mampir ke tempat penyewaan Hanbok, pakaian tradisional korea. Terdapat beberapa pilihan baju dimana kami satu persatu menggunakan hanbok tersebut untuk kemudian difoto sebagai kenang-kenangan.

Muka lelah


***

Selesai dari tempat persewaan hanbok, kami berbelanja oleh-oleh untuk dibawa pulang. Tiba-tiba kami berniat patungan untuk membeli oleh-oleh buat orang kantor. Tadinya kami berniat untuk tidak membeli oleh-oleh buat orang sekantor, toh mereka tidak tahu keberangkatan kami. Tapi kami berpikir, pada akhirnya semua akan tahu bahwa kami habis "liburan". Hahaha.