Jumlah yang udah baca blog ini

Rabu, 15 Juni 2016

Family Trip ke Singapura, Kuala Lumpur, dan Malaka (Part 2)

Stesen Dang Wangi
Di hari kedua kami di Kuala Lumpur, kami mengunjungi Petronas Tower. Belum afdhol rasanya kalau ke Kuala Lumpur belum menjejakkan kaki disini plus selpi-selpian bareng Twin Tower ini. Hahaha. Untuk menuju kesana kami naik LRT Kelana Jaya Line dari KL Sentral dan turun di Stesen Dang Wangi kemudian berjalan kaki ke Suria KLCC. 


Edisi Imlek
Akhirnyaaa, saya menjejakkan kaki juga disini. Hahaha. Ndeso. Tetapi ternyata lumayan ramai juga di halaman Suria KLCC (Petronas Tower) dengan para pengunjung, baik yang sekedar jalan-jalan atau memang mau foto-fotoan. Ternyata tidak cuma saya yang ndeso. Hahaha. Di area dalam Suria KLCC ternyata terdapat area taman dan kolam yang memiliki air mancur. Tidak lupa saya berfoto-foto disini.



Pie Apel-nya Mc D Malaysia yang katanya adik enaak banget -_-"
Oh iya, di hari sebelumnya kami sempat mampir ke Mc D di KL Sentral, kemudian si adik memberitahukan kami bahwa Mc D di Malaysia memiliki menu yang tidak ada di Mc D Indonesia, yaitu pie apple. Katanya sih pie apple-nya lumayan enak. Pie Apple yang tidak sempat dimakan semalam akhirnya dibawa kemari juga dan saya ikut cicip-cicip. Hahaha. Ya, lumayan sih rasanya, cuma mungkin memang rasanya jauh lebih nikmat dalam keadaan panas ketika kulit pie nya semakin terasa crispy nya.




Kakak, ibu, dan saya

Abaikan cara saya memegang kamera. Hahaha...

***

Ruang tunggu terminal yang bersih dan teratur
Selesai dari Petronas Tower kami segera check out dari hotel untuk melanjutkan perjalanan ke Malaka. Dari KL Sentral kami menuju Stesen Bandar Tasik Selatan dengan menaiki KTM Komuter Rawang-Seremban. Dari Stesen Bandar Tasik Selatan kami berjalan kaki ke gedung Terminal Bersepadu Selatan melalui jembatan penghubung lobi utama terminal bus.
Selanjutnya kami menukarkan tiket yang telah dibeli online dengan bus Transnasional untuk menuju Malaka.

Bahkan ada layar monitor yang menunjukkan
status keberangkatan seperti di bandara
Terminal Bersepadu Selatan tampak tidak seperti terminal bis pada umumnya di Indonesia. Jumlah tempat duduk untuk menunggu lumayan banyak, terminalnya bersih, dan memiliki beberapa gate untuk menaiki bis. Beberapa gate itu layaknya sebuah bandara yang memisahkan pintu masuk ke dalam bis yang berbeda, sehingga calon penumpang tinggal duduk manis di ruang tunggu sampai dipanggil ketika bis yang akan kita tumpangi siap dinaiki. 


 ***

Bus Transnasional yang kami naiki berhenti di terminal bus Malaka Sentral. Disini kami harus berganti bus Panorama Melaka No. 17 untuk menuju Stadthuys/Dutch Square. Disini rupanya kami harus menunggu bus lumayan lama dan terminal bus Malaka Sentral rupanya tidak senyaman dan sebersih di Terminal Bersepadu Selatan. Bahkan untuk menaiki bus Panorama Melaka pun kami harus setengah berdesakan dengan orang-orang yang sudah berdiri menunggu sedari tadi. Ya ampun, ternyata segini banyak orang yang plesir ke Malaka.....


Dutch Square
Ternyata perjalanan kami dari terminal Malaka Sentral ke Dutch Square tidak berjalan mulus. Di jalan menuju Dutch Square terjadi kemacetan parah. Beberapa orang malah rela turun di jalan dan melanjutkan dengan berjalan kaki karena saking macetnya. Alhamdulillah kami masih termasuk orang-orang yang sabar, tetap duduk manis di dalam bis. Hehehe. 

Jonker walk tidak jauh dari Dutch Square
Jalan kaki menuju penginapan
Layang-layang Guest house tampak depan
Ternyata kawasan wisata Malaka berada di seputaran Dutch Square. Tempat wisata yang dapat dikunjungi disini adalah Dutch Square, Jonker Street, dan sungai Malaka. Di gang-gang kecil seputaran Dutch Square atau dekat Jonker Street banyak terdapat guest house dengan bangunan-bangunan kuno yang masih menjaga keaslian bangunannya. Kebetulan kami akan menginap di Layang-layang Guesthouse. Kami pun berjalan kaki dari Dutch Square menuju penginapan.

Lobby Layang-layang Guesthouse
Hiasan di lobby penginapan
Layang-layang guesthouse ternyata memiliki bangunan etnik peninggalan jaman kuno. Banyak bagian bangunan yang masih mempertahankan kondisi awal yang vintage banget. Bahkan dindingnya juga dibiarkan bermotif timbul batu bata dan hanya dicat putih saja tanpa diratakan dengan semen. Meskipun terkesan sedang menginap di sebuah rumah kuno, namun beberapa fasilitas menyesuaikan dengan kondisi masa kini, seperti tersedianya AC, mesin cuci yang disewakan, air panas di kamar mandi, serta fasilitas lainnya. Di lobby hotel kita juga dapat melihat beberapa hiasan bertema vintage. Wifi gratis juga tersedia di guesthouse ini, namun sayangnya area wifinya terbatas di lobby saja.



Wastafel dekat kamar mandi

Bagian dalam guesthouse
***

Becak warna-warni
Setelah check in, kami jalan-jalan sebentar di seputaran Dutch Square yang tadi sudah sempat kami lihat ketika baru sampai di tempat ini, Ternyata kalau malam di sekitar Dutch Square terdapat becak-becak dengan lampu warna-warni ala odong-odong yang dapat disewa untuk mengelilingi kawasan tersebut. Becak-becak tersebut juga dilengkapi dengan lagu-lagu yang meramaikan suasana. Dan ada lagu yang bikin saya pingin ngakak ketika mendengarnya disini. Mau tahu lagu apa ? Lagunya Cita Citata yang "Sakitnya tuh Disini". Hadeeh...


Sungai Malaka

Habis makan nasi lemak kudu jalan 6 km untuk bakar lemaknya !!!
Perahu yang digunakan untuk Malaka River Cruise
Tidak jauh dari Dutch Square terdapat Sungai Malaka yang bersih sekali (coba bandingkan dengan sungai di Indonesia !). Disini terdapat perahu-perahu yang mengangkut beberapa orang untuk wisata mengelilingi Sungai Malaka disertai penjelasan dari tour guide selama River Cruise. Tiketnya dijual di ticket box tidak jauh dari sungai. Ketika kami ingin mengantri membeli tiket, antriannya sudah mengular luar biasa sepanjang hampir 10 meter ! Akhirnya kami mengurungkan menyusuri Sungai Malaka dengan perahu.

Tempat yang juga tidak boleh dilewatkan selama di Malaka adalah Jonker Street. Jonker Street atau Jonker Walk ini semacam pasar malam yang baru ramai setelah malam (yaiyalah). Terus terang saya lebih tertarik dengan pasar malam ini dibandingkan pasar malam di daerah pecinan di Petailing Street. Menyusuri Jonker Street semacam mengingatkan saya pada suasana Jogja. Disini terdapat berbagai pedagang jalanan, ada souvenir, lukisan, makanan, minuman, dan macam-macam seni kreatif lainnya. Cukup menghibur mata lah pokoknya. Di sepanjang jalan juga terdapat kios-kios souvenir dan oleh-oleh. Namun fokus saya adalah pada pedagang jalanan yang hanya akan ada malam hari saja, sedangkan kios-kios permanen masih bisa kami kunjungi besok pagi.

Jonker Street yang ramai

Pintu masuk ke taman kecil di dalam Jonker Street

Sebuah patung di dalam Taman Warisan Jonker Walk. Siapakah dia ? Pahlawan kah ?
I have no idea. 


Salah satu pedagang makanan di Jonker Street


Tidak ada komentar:

Posting Komentar