Jumlah yang udah baca blog ini

Senin, 13 Juni 2016

Family Trip ke Singapura, Kuala Lumpur, dan Malaka (Part 1)




Klang Valley Integrated Rail System
At Soekarno Hatta Airport
Ternyata menulis blog selain curhat itu tidak semudah yang saya kira. Hahaha. Di bulan ketiga pembuatan blog ini saya mulai malas menulis karena beberapa hal yang menyita waktu. Hadehh. Padahal saya memiliki target menulis beberapa perjalanan yang sifatnya #latepost. Banyak perjalanan yang ingin saya tuliskan di blog ini. Namun, karena beberapa perjalanan sifatnya telah lama berlalu dan memory yang tersimpan hanya berupa foto, maka saya harus "menarik" kembali memory masa lalu dan merangkai puzzle memory yang masih tersimpan. Maklum saya orangnya pelupa. Tulisan sebelumnya tentang perjalanan ke Turki dan Korea terbantu dengan list itinerary yang masih tersimpan.


Ibu, adik, kakak, dan kakak ipar
Kali ini saya akan menceritakan tentang perjalanan saya ke Singapura, Kuala Lumpur, dan Malaka dalam liburan imlek tahun 2015. Dan, seperti saya ceritakan sebelumnya ketika melakukan perjalanan ke Korea Selatan, saya belum pernah melakukan perjalanan ke negara tetangga manapun sekalipun. Maklum, bagi seorang perantauan, cuti jauh lebih berharga dihabiskan untuk pulang kampung dibanding untuk dihabiskan melancong ke negara tetangga yang notabene tidak jauh berbeda dengan negara kita. Namun, di sisi lain, penasaran juga sih sama negara tetangga yang biasanya jadi batu loncatan first trip para traveller untuk memulai perjalanan luar negerinya. Hehehe.

Akhirnya pada long weekend liburan imlek di bulan Februari 2015 saya berkesempatan mengunjungi Singapura dan Malaysia bersama ibu, kakak, kakak ipar, dan adik saya. Kebetulan ini adalah liburan pertama kami setelah ayah meninggal di bulan September tahun sebelumnya. Semenjak ayah meninggal, ibu tinggal di rumah sendirian, sehingga kami ingin menghibur beliau dengan melakukan perjalanan bersama. Untuk kenyamanan kantong semua pihak, dikarenakan kami bayar sendiri-sendiri, maka dipilihlah destinasi yang masih dapat dijangkau bersama, yaitu: Singapura, Kuala Lumpur, dan Malaka. Kebetulan kakak dan ibu saya sudah pernah ke singapura dan kuala lumpur, sedangkan adik saya sudah pernah ke penang, malaka, dan kuala lumpur, dan saya belum pernah ke tiga tempat tersebut. Melas ya. Hahaha.

Satu pesawat dengan Pak SBY dan Bu Ani
dan orang-orang pada antri poto bareng.
Hal yang menarik adalah ketika kami berangkat kami menggunakan pesawat yang sama yaitu Garuda Indonesia, sedangkan pada saat pulang kami menggunakan pesawat yang berbeda, dimana ibu, kakak, dan kakak ipar menggunakan Garuda Indonesia, sedangkan saya dan adik menggunakan Jetstar. Awal cerita bermula dari kakak saya yang adalah karyawan Garuda Indonesia dan memang setiap tahun mendapatkan fasilitas tiket konsesi untuk suami, orangtua dan mertua. Karena tiket konsesi itulah, maka fluktuasi harga tiket yang tinggi di saat long weekend tidak berpengaruh signifikan pada "pengeluaran" kakak saya. Sedangkan saya dan adik yang menggunakan harga "rakyat biasa", rasa-rasanya ingin memegang erat dompet kami ketika melihat harga tiket berangkat yang sejuta lebih dan tiket pulang yang dua juta lebih. Hahaha. Akhirnya kami berdua memutuskan bahwa ketika berangkat kami menggunakan pesawat yang sama, sedangkan pulangnya kami berdua memilih Jetstar yang harganya masih sejutaan.

Rute perjalanan kali ini adalah Jakarta-Kuala Lumpur-Melaka-Singapura-Jakarta.

Perjalanan kami mulai dengan pesawat Garuda Indonesia GA 820 : CGK – KUL dan mendarat di KLIA 1 pada siang hari. Eh, ternyata kami satu pesawat dengan Pak SBY dan Bu Ani. Penumpang tampak heboh berfoto dengan beliau. Aura Pak SBY tetap terasa seperti seorang yang masih menjabat sebagai presiden. Salutt buat Pak SBY.

Turun dari bis dari KLIA
Metro Hotel KL Central
Setelah sampai di bandara KLIA 1, kami menuju stesen KL Sentral dengan menggunakan bus. Tiba di Stesen KL Sentral, kami jalan kaki menuju Metro Hotel KL Sentral. Pencarian hotel ini sebelumnya agak dramatis karena ternyata ada 2 cabang Metro Hotel di Kuala Lumpur, yaitu di KL Sentral dan di Bukit Bintang. Ketika pencarian pertama kami sempat nyasar ke hotel yang di Bukit Bintang, dan ternyata yang di booking kakak saya adalah yang di KL Sentral, maklum bookingnya lewat booking online. Hehehe.




Selesai check in dan ishoma, kami melanjutkan perjalanan ke Batu Caves menggunakan KTM Komuter Port Klang Line, kebetulan Batu Caves berada pada stasiun paling ujung. Oh iya, mengenai transportasi, Kuala Lumpur memiliki sistem transportasi terintegrasi yang dinamakan Klang Valley Integrated Rail System. Pada integrated rail system, terlihat beberapa operator transportasi berintegrasi, diantaranya adalah KLIA ekspres, Monorail, KTM Komuter, dll. Dengan mengunduh peta Klang Valley Integrated Rail System kita akan dapat mengetahui ketika menuju suatu tempat, moda transportasi mana yang akan kita gunakan dan di stasiun mana kita akan transit atau berganti moda transportasi. 

Batu Caves adalah sebuah tempat wisata yang merupakan tempat peribadatan umat Hindu dan masih berfungsi hingga sekarang. Khas dari tempat ini adalah patung dewa setinggi 42,7 meter dan ratusan anak tangga untuk menuju gua di atas. Batu Caves adalah kuil umat Hindu yang didedikasikan untuk Dewa Murugan.

Untuk mencapai kuil di dalam gua yang berdiri hampir 100 meter di atas tanah kita harus menaiki 272 anak tangga yang memiliki filosofi 272 langkah dengan posisi tangga yang cukup curam. Gua batu tebentuk dari batu kapur dan memiliki tiga gua utama dan beberapa yang lebih kecil. Yang terbesar disebut Gua Cathedral atau Gua Kuil dan akan kita capai setelah menaiki 272 anak tangga. Masuk lagi ke area dalam gua, terdapat beberapa anak tangga untuk mencapai Gua Galeri Seni atau Museum Gua yang penuh dengan patung Hindu. Selain itu, ketika masuk ke dasar gua, juga terdapat Gua Ramayana dan patung tinggi dari Hanoman dan sebuah kuil yang didedikasikan untuk Hanoman. Ketika masuk ke dalam gua, saya melihat beberapa orang mengunjungi kuil tersebut dan mendapat "pemberkatan" dari pemuka agama yang berada di dalam kuil.

Bagian dalam gua
Bagian terdalam gua yang memiliki celah diatas
Saat itu adalah sebuah pilihan yang sulit untuk memutuskan naik atau tidak ke Kuil Gua yang berada di atas. Melihat ratusan anak tangga curam di hadapan mata membuat sedikit ragu untuk naik, tapi daripada penasaran sama isi di dalam gua, akhirnya saya memutuskan untuk naik. Dikarenakan ibu tidak naik, maka kakak saya ikut menemani tinggal di bawah. Saya pun naik ke atas bersama adik dan kakak ipar. Setelah naik beberapa anak tangga, perjalanan masih terasa ringan, tetapi setelah setengah perjalanan, napas terasa mulai ngos-ngosan dan jantung berdegup kencang. Hahaha. Untunglah akhirnya kami sampai juga di puncak gua. Ternyata guanya adalah benar-benar seperti gua yang dijadikan kuil, sedangkan di bagian terdalam terdapat bagian gua yang atasnya lubang sehingga memungkinkan cahaya untuk masuk. Seperti gua-gua pada umumnya, gua ini juga terasa suram, terlebih dengan penambahan ritual-ritual di dalamnya dan bau dupa, saya justru merasakan aura-aura "you know what".

Patung Hanoman
Saya pikir menuruni anak tangga kuil ini menjadi lebih mudah dibanding menaikinya. Ternyata menuruni anak tangga yang curam juga memiliki kesulitan tersendiri. Dikarenakan curamnya anak tangga, secara tidak sadar kaki kita harus menahan beban tubuh lebih besar daripada menuruni anak tangga normal. Inilah yang membuat kaki gemetaran ketika sampai di bawah. 


Pedagang di halaman Batu Caves yang menjual bunga, makanan, serta peralatan sembahyang

Kuil di sisi lain Batu Caves

Patung Dewa Murugan

***

Jalan menuju Petailing Street
Setelah sholat maghrib di hotel, kami melanjutkan perjalanan ke Petailing Street. Kebetulan malam itu adalah malam imlek, sehingga kami mencari lokasi chinatown untuk merasakan nuansa malam imlek. Saat itu pilihan yang diberikan adik saya adalah Bukit Bintang dan Petailing Street, dan pilihan jatuh ke Petailing Street. Dari hotel kami menuju Stesen KL Sentral dan naik LRT Kelana Jaya Line ke Stesen Pasar Seni yang tidak jauh dari Petailing Street.


Bayangan saya ketika akan ke Petailing Street adalah kami akan menemukan atraksi khas imlek seperti barongsai dan semacamnya, tapi ternyata kami tidak menemukannya di tempat ini. Petailing Street di malam imlek hampir sama seperti malam-malam biasanya, dipenuhi oleh pedagang-pedagang kaki lima yang menjual bunga, baju, souvenir, tas-tas, serta barang-barang bermerk KW. Sebenarnya barang yang dijual menurut saya kurang menarik, karena barang-barangnya hampir sama seperti yang dijual oleh pedagang-pedagang Mangga Dua. Hehehe. Tapi cukuplah mengunjungi tempat ini untuk merasakan nuansa imlek dengan lampion-lampion di sepanjang jalan. Entah kenapa kami tidak mencoba jajanan apapun di sepanjang jalan ini, mungkin karena tidak menarik, sekaligus khawatir akan kehalalannya. Ternyata kami melewatkan minuman Air Mata Kucing yang katanya terkenal enak di daerah ini. Ya, mungkin lain waktu kita mampir ya. Hihihi.




Sepulang dari Petailing Street kami sempat mampir Seven Eleven untuk membeli Ice cream Nestle. Ada Ice cream Kitkat sama Ice cream Milo. Yummy.....





Tidak ada komentar:

Posting Komentar